Kisah Ibu Kost VI: Covid 19 dan Social Distancing

Covid 19 secara resmi diakui masuk Indonesia itu awal maret. Yaa, kalo masalah udah ada dikitanya kapan, sih, gak tau, ya.. Kita semua kan jadi saksi gimana pemerintah malah becandain itu. Pak Menteri malah goyang tiktok, Menkes yang bilang ‘makan yang cukup’ sambil cengar cengir, Pak Menteri Perhubungan bilang kita kebal gara-gara makan nasi kucing, dan sebagainya. Bahkan pake nantang-nantang Harvard segala, pula.

Pokoknya, kecewa banget, dah, sama pemerintah pusat! Saya sebagai pemilih Jokowi kehilangan kepercayaan yang masih ada sedikiiiiit tersisa setelah masalah demo-demo mahasiswa itu.

Dan kita juga tahu gimana Pak Yuri, jubir depkes untuk Corona pas diwawancara di podcast-nya Dedy Mentalis itu bilang kalau dia memanajemen kebenaran.

Eniwey, setelah ada dua orang positif Covid yang AKHIRNYA diakui pemerintah itu, segalanya berlangsung cepat. Mendadak wa saya dipenuhi ibu-ibu orangtua walimurid yang ngotot minta agar sekolah diliburin dulu. Merujuk DKI Jakarta yang paling tanggap menghadapi Covid ini yang langsung ngambil keputusan untuk menutup seluruh tempat wisata yang dikelola pemprov dan meliburkan seluruh sekolah selama dua minggu.

Wah, rame, dah. Pusing. Karena sekolah tempat saya mengajar kan berada di Provinsi Jawa Barat coret banget tinggal melipir dikit udah bagian Jakarta. Malah sekolah tetangga setengahnya berada di Jabar setengahnya lagi ada di Jakarta, heheh..

Jadi walaupun rasanya kayak di Jakarta (pinggiran), tapi secara administratif, sekolah tempat saya mengajar ada di Jawa Barat.

Kemudian, setelah diputuskan diliburkan selama dua minggu, ini kemudian diperpanjang dan diperpanjang lagi sampai hari ini pun masih gak masuk sekolah.

Ngajar dari rumah, belajar dari rumah.

Jalanan mendadak sepi. Mal-mal tutup, pasar tutup, tukang jualan gak laku.

Mari saya ceritakan tentang kost-kostan saya.

Jadi, kost-kostan saya itu, sebagian besarnya diperuntukkan untuk warga ekonomi yang lemah. Sekitar ¾-annya, lah. Sepertiga lainnya untuk yang berpenghasilan cukup baik. Karena memang bentuknya juga beda. Untuk kost-kostan yang kelas ekonomi, hanya kamar kosong saja dengan kamar mandi di dalam. Itupun kamar mandinya menggunakan kloset jongkok. Nah, untuk yang diperuntukkan bagi penyewa berpenghasilan lebih baik, selain lebih besar, ada beberapa barang dasar termasuk AC, kamar mandinya juga lebih modern.

Kenapa kami mempertahankan lebih banyak kost-kostan yang kelas ekonomi? Ada dua alasan.

Pertama, karena permintaan. Jaman sekarang, men, kost-kostan itu dibuat bagus dengan pasaran harga, di Jakarta, ya.. 2 juta-4 juta perbulan. Di sekitar kami, kost-kostan kebanyakan berada di rentang harga segitu. Jadi, ketika kami mulai merenovasi kost-kostan menjadi lebih baik, beberapa penyewa bilang:

‘Bu, jangan semuanya, dong, dibuat mahal. Kan banyak orang-orang kayak kita, kerja jadi pedagang keliling atau kerja jadi SPG di supermarket yang butuh kontrakan yang terjangkau. Kalo semuanya jadi mahal, kita tinggal dimana?’

Kedua, karena ternyata, men, justru para penyewa di kontrakan ekonomis itu yang bayar sewa dengan disiplin. Beneran. Itu mbak-mbak penyewa kamar-kamar yang rada mahalan yang saban hari disamperin go food nganter kopi dan makanan hebring yang kalo makan bakal dipamerin di instagram dulu, bayarnya pada susah!

Beneran, lo, jangan liat orang berdasarkan gayanya aja.

Eniwey, pada saat itu kami menyadari bahwa para penyewa kost mulai kesulitan membayar. Apalagi para penyewa yang rezekinya datang setiap hari. Banyak diantara penyewa yang pekerjaannya sebagai pedagang makanan dan minuman yang berjualan di Pasar Batak. Dan sekarang pasar itu ditutup.

Okeh, okeh, akan saya jelaskan mengenai Pasar Batak. Ini bukan pasar yang dikelola oleh PD Pasar Jaya ataupun pemprov, ya..

Jadi, keluarga ayah saya sampai saat ini menguasai tanah yang lumayan luas. Memang kakeknya ayah saya merupakan seorang tuan tanah entah dari kapan dan keluarga kami memegang ajaran kalau tanah sebaiknya jangan dijual. Jadi walaupun sekarang sudah dibagi-bagi ke empat keluarga inti dengan banyak usaha, tetap aja secara umum ini dipegang keluarga. Kita sebut saja keluarga I, keluarga II, keluarga III. Dan keluarga IV.

Keluarga saya adalah keluarga II.

Di setiap keluarga ini ada jalan. Jalan terbesar dan yang kemudian menjadi jalanan inti adalah jalanan yang dimiliki keluarga II tapi jalanan paling menguntungkan justru jalanan yang ada di wilayah keluarga III. Kenapa? Entah dari kapan, jalanan itu kalau pagi, sampai jam 11-an berubah menjadi pasar. Dan tentunya setiap penjual wajib iuran setiap harinya.

Nah, karena awalnya yang banyak dagang di jalan III ini orang Batak, maka oleh kami tempat itu disebut Pasar Batak. Sekarang, sih, yang jualan dari berbagai suku. Sebagian besar barang kebutuhan sehari-hari berupa sayuran, ikan, daging, ayam, dan jualan kaki lima seperti bakso, soto, mie ayam, dst. Nah, karena yang mengendalikan pasar ini adalah sebuah keluarga yang memiliki tanah itu, yaitu keluarga III, maka bisa dibilang ini pasar tenang damai gak pernah ada konflik.

Setelah adanya Covid yang semakin mengkhawatirkan, apalagi saat itu Jakarta sudah memberlakukan Social Distancing, akhirnya kepala keluarga III memutuskan untuk menutup Pasar Batak sampai pada waktu yang tidak ditentukan.

Jalan diblokir di setiap ujungnya.

Dirantai!

Yaudah, pokoknya ditutup.

Ada yang protes?

Yaa, mungkin ada. Tapi masalahnya, memang itu jalan punya-nya keluarga III mau protes juga gimana?

Untuk kebutuhan sehari-hari tentunya selalu ada jalan. Toh sebenarnya kami ini dekat dengan pasar induk, walaupun untuk ke sana butuh ongkos. Ibu-ibu juga males karena bingung musti beli dalam jumlah besar. Tapi, yaaa.. itu kan dari sisi pembeli. Nah, dari sisi penjual?

Yaudah, gak ada penghasilan sama sekali.

Pada saat itu, pemprov DKI sudah lebih tegas dibanding pemerintah pusat yang masih juga becanda aja. Pemprov udah wanti-wanti agar penduduk Jakarta jangan meninggalkan Jakarta. Kota ini episentrum. Pemprov udah mulai ngadain test yang lumayan banyak sehingga semakin banyak jumlah penderita yang terlacak. Tapi di sisi lain, anak-anak kost saya banyak yang pamit pulang kampung.

Yang dagang di Pasar Batak kehilangan penghasilan harian gak tahu sampai kapan sehingga mereka memutuskan untuk pulang ajalah. Anak-anak kost yang masih kuliah juga diliburkan dan ada pula yang gak dikirimin uang dari rumah lagi. Satu demi satu pamit pulang kampung, tanpa jelas kapan balik lagi ke Jakarta, dan minta maaf karena selama mereka pulang itu, yaaa…gak bakal bisa bayar kost-kostan.

Kita pun jadi ada rapat kecil-kecilan. Kami tahu kalau Ncing saya (adiknya ayah bahasa Betawi) menggratiskan seluruh kontrakannya untuk sementara. Toh juga pada gak sanggup bayar jadi sekalian ajalah digratisin. Kami sempat mempertimbangan opsi tersebut. Namun, akhirnya kami mengambil jalan tengah.

  1. Untuk yang pekerjaannya gak terpengaruh, penghasilannya gak berkurang, yaudah tetap bayar seperti biasa. Banyak juga anak kost saya yang bekerja di tempat yang gak terlalu berpengaruh kayak jadi perawat, kerja di busway, dan seterusnya. Bahkan ada yang justru penghasilannya melonjak seperti yang bekerja sebagai ojol (awal2, ya.. Saat ojol masih boleh beroperasi), pedagang online, dst.
  2. Untuk yang kehilangan sebagian penghasilan, pembayaran kost digratiskan.
  3. Buat yang kehilangan hampir seluruh penghasilannya, pembayaran kost digratiskan dan diberikan bansos pribadi dari kami. Bukan dari pemerintah. Karena bansos pemerintah itu baru ada saat pempus akhirnya penyetujui PSBB Jakarta.

Berkali-kali Gubernur DKI minta agar Jakarta Lockdown, tapi kan pemerintah pusat gak bolehin.

Tapi masalah bansos dari kami itu akhirnya jadi ribet karena ada salah sangka.

Kan sejak awal sebenarnya kami hanya menanggung makan (dikasih dalam bentuk bahan makanan mentah seperti beras, minyak, dst) untuk yang penghasilannya berkurang. Akhirnya, ada omongan gak enak yang kami dengar mengenai salah satu anak kost yang ngeluh katanya ibu kost gak adil. Soalnya, tetangga pada dapat bingkisan kok dia tidak? Nah, anak kost ini memang tidak kami beri bantuan karena dia bekerja di busway yang tidak terdampak sama sekali. Busway tetap jalan. Dia mendapat gaji penuh dari PT Transjakarta. Sementara tetangga kanan kirinya itu tukang jualan di Pasar Batak dan tukang jahit yang yaudah, siapa yang mau jahit baju hari gini?

Tapi karena ribet juga kalau dijelasin, akhirnya kami menambah bingkisan itu untuk semua anak kost ajalah.

Jadi bisa dibilang, minggu-minggu pertama masa social distancing di Jakarta itu adalah hari-hari yang cukup memberikan tantangan buat kami. Penghasilan menurun drastic. Termasuk bahkan penghasilan saya karena adanya pemotongan gaji. Sementara itu, tagihan listrik melonjak begitu tinggi. Sampai tiga kali lipat!

Pembangunan kost-kostan yang masih berjalan terpaksa harus berhenti sementara karena dananya kami alokasikan ke tempat lain dulu.

Selama berminggu-minggu sempat juga merasa adanya ketidakpastian penghasilan untuk beberapa bulan yang akan datang. Apakah tetap ada tunjangan? Apakah nanti akan diundur tahun ajaran baru ke Januari (sempat jadi wacana) yang artinya, kemungkinan 6 bulan saya tidak akan mendapatkan penghasilan sama sekali. Karena kost-kostan pun jatuhnya rugi terus-terusan setiap hari.

Beberapa keluarga saya juga kehilangan penghasilan secara drastis. Contohnya, adik saya yang pilot, ya sudah. Penghasilannya hanya sepesekian persen saja.

Tabungan tentunya ada. Tapi, ya terguras terus.

Yaa, gak papa. Terkadang kami sekeluarga membicarakan itu dan malahan jadi teringat masa-masa sulit kita dahulu. Apa yang kami hadapi saat ini jauh banget. Gak sebanding. Jadi bisa dibilang, kami sudah pernah mengalami hal yang lebih buruk dari ini. Rasanya justru senang sekali malahan di saat seperti ini, kami jadi bagian orang-orang yang bisa sedikit meringankan beban orang lain.

PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) di Jakarta akhirnya disetujui pemerintah pusat dan mulai diberlakukan pada tanggal 10 April 2020 dan sampai hari ini masih berjalan. Pada saat PSBB dimulai, masalah-masalah kecil yang baru muncul. Makin banyak anak kostan yang jatuh secara ekonomi misalnya ojol yang sekarang hanya boleh mengantar barang saja yang berpengaruh banget sama penghasilan mereka. Juga hal-hal yang berkaitan dengan bansos dari pemerintah.

Tinggalkan komentar